nav-left cat-right
cat-right

ANALISIS PEMAKAIAN BAHASA ILMIAH SKRIPSI MAHASISWA (Studi Kasus Skripsi Mahasiswa FKIP UISU) Abdul Murad

ANALISIS PEMAKAIAN BAHASA ILMIAH SKRIPSI MAHASISWA

(Studi Kasus Skripsi Mahasiswa FKIP UISU)

 

Abdul Murad*

 

Abstract

 

The study was aimed at describing the Indonesian spoken mistake in minithesis examined from linguistic domain, that cover the spelling writing mistake, sentence arrangement, paragraph arrangement in student’s minithesis. This descriptive analysis research uses document study. The populations are the minithesis of FKIP UISU students in the latest 5 years time range. The sample was taken from the whole population 56 student minitheses. The data analysis was done by using the scientifically spoken mistake analysis and word analysis.

The results of the research show that the analysis of spelling employment and punctuation mark implies the mistake range between 4,7% – 29%, the mistake analysis in arranging sentence reaches range between 20% – 34,13% and the mistake analysis on the paragraph coherence range 34,13% – 36,52%. It is suggested that lecturer could train many students minithesis and increases material mastery as well as develops the learning model in accordance with the students need.

 

Keywords: employment, analysis, student minithesis language

 

Pendahuluan

Dalam dunia pendidikan khususnya di kalangan mahasiswa peguruan tinggi, aktivitas menulis sudah lama ditengarai merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan proses belajar yang dialami mahasiswa selama menuntut ilmu. Hampir keseluruhan proses belajar mahasiswa untuk setiap mata kuliah dituntut menulis karangan ilmiah berupa makalah atau paper, tidak terkecuali fakultas/jurusan/program studi apapun itu.

 

Pada akhir penyelesaian studi di perguruan tinggi mahasiswa diwajibkan menulis sebuah karangan ilmiah berupa skripsi. Kenyataan menunjukkan bahwa aktivitas menulis tersebut selalu dianggap sangat sulit dilakukan bagi mahasiswa. Pasalnya, aktivitas menulis yang dalam hal ini menulis karangan ilmiah membutuhkan banyak waktu, tenaga dan perhatian yang serius. Selain itu, aktivitas menulis sebenarnya membutuhkan keterampilan khusus yang terkadang tidak dimiliki oleh semua mahasiswa, sehingga tidak sedikit mahasiswa yang merasa kesulitan ketika menulis karangan ilmiah (baca skripsi).

 

Pemakaian ragam bahasa baku dalam surat resmi sangat mutlak. Hal ini senada dengan pernyataan Kridalaksana (1975: 15) bahwa bahasa Indonesia baku merupakan ragam resmi yang digunakan dalam keperluan resmi: wacana ilmiah, kotbah, ceramah, kuliah, dan bercakap-cakap dengan orang yang dihormati. Termasuk di dalamnya skripsi yang merupakan tugas mahasiswa untuk menyelesaikan studinya di perguruan tinggi.

 

Mata kuliah bahasa Indonesia hanya diberikan 2 SKS, yang berarti satu bulan empat kali tatap muka dengan waktu kumulatif sebanyak 400 menit per bulan. Namun bukan banyaknya waktu materi yang digunakan untuk penyajian yang dipentingkan tetapi sejauhmana kompetensi dapat dikuasai mahasiswa dalam waktu yang disediakan. Jadi, pemanfaatan waktu yang disediakan dalam pembelajaran merupakan usaha yang sangat menentukan.

 

Dari hasil pemantauan dan bincang-bincang peneliti terhadap beberapa dosen ternyata kemampuan bahasa Indonesia yang dituangkan baik sebagai karya-karya tulis, maupun dari jawaban-jawaban pada waktu ujian mahasiswa belum sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu, mata kuliah bahasa Indonesia pada tingkat perguruan tinggi dipandang sangat penting ditangani secara sungguh-sungguh, sekurang-kurangnya selama pendidikan di Sekolah Menengah Atas belum mampu menamatkan siswa dengan kompetensi bahasa Indonesia yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut, dengan demikian pemakaian bahasa baku, lebih-lebih dalam pemakaian bahasa baku dalam skripsi mahasiswa sebagai bentuk karya ilmiah, penelitian “Analisis Pemakaian Bahasa Indonesia Skripsi Mahasiswa” penting untuk diteliti.

 

Bahasa dan skripsi mahasiswa adalah ragam bahasa baku, ragam bahasa ilmiah. Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis dan masuk akal. Proses pencendekiaan bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu dan teknologi modern yang dewasa ini umumnya masih bersumber pada bahasa asing harus dapat dilangsungkan lewat ragam bahasa Indonesia. Atas dasar pemikiran ini, peneliti melakukan penelitian tentang bagaimana kesalahan ejaan, penyusunan kalimat, dan penyusunan paragraf dalam skripsi mahasiswa.

 

Tinjauan Teoretik

  1. 1.        Pengertian Skripsi

Wibowo (2003: 65) menyatakan bahwa skripsi adalah karya ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa S1 untuk memenuhi persyaratan pendidikan akademisnya. Kemudian The Liang Gie (2002: 119) menyatakan skripsi adalah suatu macam karya ilmiah yang memaparkan sebuah pokok soal yang cukup penting dalam suatu cabang ilmu sebagai hasil penelitian pustaka dan/atau lapangan yang dilakukan oleh seseorang mahasiswa berdasarkan penguasaan akademik dari perguruan tingginya untuk menjadi salah satu persyaratan kelulusannya sebagai sarjana. Dalam membuat skripsi, mahasiswa harus memperhatikan beberapa syarat seperti, bentuk, susunan, metodologi keilmuan, pembuktian, dan bahasa. Hal ini senada dengan pernyataan Kridalaksana (1975: 15) bahwa bahasa Indonesia baku merupakan ragam resmi yang digunakan dalam keperluan resmi: wacana ilmiah, kotbah, ceramah, kuliah, dan berbicara dengan orang yang dihormati. Termasuk penulisan skripsi yang bersifat ilmiah, bahasa karya ilmiah (baca skripsi) merupakan salah satu ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa ini sering juga disebut dengan ragam bahasa baku, ragam ilmiah, ragam bahasa standar, atau ragam bahasa ilmu.

 

  1. 2.        Kaidah Bahasa Indonesia dan Ejaan
  2. Pembentukan Kata

Menurut Parera (1990: 46-61) secara morfologis kata dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan atas:

1)      Kata dasar, yaitu kata yang belum mengalami proses morfologis, seperti meja, makan, pergi, tulis, sapu.

2)      Kata jadian (kata turunan), yaitu kata yang mengalami proses morfologis yang terdiri atas: kata berimbuhan (mengalami proses afiksasi), kata ulang (mengalami proses reduplikasi), kata majemuk (mengalami proses komposisi).

 

Kata yang mengalami proses afiksasi dapat dibedakan menjadi:

1)      Kata berawalan, seperti: memukul, dikejar, terkejar., bersatu, pekerja, seikat, ketua.

2)      Kata bersisipan, seperti: gemuruh, gerigi, telunjuk.

3)      Kata berakhiran: pukuli, kejarkan, makanan.

4)      Kata berkonfliks: berjatuhan, kehujanan.

 

  1. Pembentukan Kalimat

Ciri-ciri kalimat efektif menurut Akhadiah, dkk (1993: 116) ialah memperhatikan (1) kesatuan, (2) kesejajaran bentuk, dan (3) kehematan. Pembentukan kalimat hendaknya memperhatikan ciri-ciri tersebut.

(1)      Kesatuan

Struktur yang baik kalimat aktif ialah memiliki unsur-unsur subjek dan predikat. Kehadiran subjek dan predikat bersifat mutlak. Kalimat-kalimat berikut ini merupakan kalimat tidak efektif karena persoalan subjek dan predikat.

1)      Mahasiswa yang berunjuk rasa

2)      Berdesakan di stadion

3)      Uang untuk membeli obat

 

Kalimat (1) hanya bersubjek, kalimat (2) hanya berpredikat, sedangkan kalimat (3) hanya berobjek. Perbaikannya :

1)        Mahasiswa yang berunjuk rasa itu menuju Istana Merdeka.

2)        Para penonton berdesakan d stadion.

3)        Ayah memberi uang untuk membeli obat kepada adik.

 

 

 

 

(2)     Kesejajaran

Kesejajaran dalam kalimat ialah penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang sama atau konstruksi bahasa yang sama yang dipakai dalam susunan serial. Kalimat berikut ini tidak memenuhi syarat kesejajaran.

1)      Setelah mengumpulkan data, lalu diteliti, kemudian penelahaan, dan akhirnya berkesimpulan.

2)      Tugas orangtua bukan hanya pendidikan, tetapi juga membimbing serta pendamping anak-anaknya.

 

Kata-kata yang dicetak miring dalam contoh di atas tidak sejajar. Perbaikannya sebagai berikut:

1)      Setelah data dikumpulkan, lalu diteliti, kemudian ditelaah, dan akhirnya disimpulkan.

2)      Tugas orang tua bukan hanya mendidik, tetapi juga membimbing serta mendampingi anak-anaknya.

 

(3)     Kehematan

Kalimat efektif haruslah hemat. Artinya pemakaian kata, frase atau unsur bahasa lain yang tidak fungsional hendaknya dihindari. Kalimat-kalimat berikut ini tidak hemat :

1)      Berdasarkan atas pembahasan di atas berikut ini maka dapat disimpulkan bahwa sejarah sangat perlu dipelajari oleh siswa.

2)      Para siswa-siswa sebaiknya memiliki kompetensi kebahasaan.

 

Kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:

1)      Berdasarkan pembahasan berikut dapat disimpulkan bahwa sejarah sangat perlu dipelajari siswa.

2)      Para siswa sebaiknya memiliki kompetensi kebahasaan.

 

Kaidah Ejaan

Pemakaian ejaan yang benar merupakan salah satu faktor yang menentukan kesempurnaan bahasa skripsi. Yang dimaksud ejaan adalah seperangkat kaidah yang mengatur cara melambangkan bunyi ujaran, cara memisahkan dan menggambungkan lambang-lambang itu dalam suatu bahasa (Finosa, 1991). Sejalan dengan pengertian di atas, Keraf (1975: 3) menyatakan bahwa ejaan adalah keseluruhan dari peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana interaksi antara lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa.

 

Ejaan untuk bahasa Indonesia adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). dengan demikian dapat dikatakan bahwa kaidah bahasa skripsi adalah EYD. Pembakuan bahasa skripsi berarti juga standarisasi penulisannya. Standarisasi penulisan menyangkut berbagai hal. Standar artinya baku, tetap, dan tidak berubah setiap saat. Ada kaidah-kaidah bahasa yang mantap. Kaidah-kaidah bahasa inilah yang menjadi tolok ukur agar bahasa skripsi standar. Keseluruhan kaidah EYD tersebut dapat ditemukan dalam buku Pedomaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.

 

  1. c.         Pengertian dan Syarat-syarat Paragraf

Pengertian Paragraf

Banyak ahli yang memberi batasan tentang paragraf. Akhadiah dkk (1993: 144), paragraph merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam paragraf terkadang satu unit pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut. Syafi’ie (1984: 33) menyatakan bahwa paragraf adalah unit organisasi yang paling dasar dalam tulisan. Dalam paragraf, sekelompok kalimat saling berhubungan, mengembangkan satu ide pokok atau kalimat topik. Hal senada juga dikatakan Tarigan (1986: 11), paragraf adalah seperangkat kalimat, tersusun logis sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang relevan dan mendukung pikiran pokok yang tersirat dalam keseluruhan karangan.

 

Sekaitan dengan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya satu unit pikiran tersebut dituangkan ke dalam sebuah kalimat yang disebut sebagai sebuah kalimat topik. Karena kalimat itu bersifat umum, abstrak dan luas, perlu dijelaskan. Yang menjelaskan kalimat topik disebut kalimat penjelas. Oleh sebab itu kalimat penjelas harus benar-benar mendukung ide pokok.

 

Syarat-Syarat Pembentukan Paragraf

Untuk menyusun suatu paragraf yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Persyaratan tersebut meliputi adanya 1) kesatuan, 2) kepaduan (koherensif), dan 3) pengembangan (Keraf, 1997: 67). Berikut ini diuraikan masing-masing persyaratan penyusunan tersebut.

 

Kesatuan Paragraf

Yang dimaksud kesatuan dalam paragraf adalah semua kalimat yang membina paragraf itu secara bersama-sama menyatakan suatu hal, suatu tema tertentu. Syarat kesatuan mengisyaratkan agar tiap paragraf harus mengacu pada satu gagasan utama, satu unit pikiran, dan satu tema sentral. Satu unit pikiran itu pada umumnya dituangkan ke dalam sebuah kalimat topik yang amat luas atau umum sifatnya. Oleh karena itu kalimat penjelas dalam paragraf harus diarahkan untuk menunjang ide pokok. Contoh: kesatuan koherensi (kepaduan).

 

Syarat koherensi dipenuhi apabila dalam paragraf tersebut terdapat hubungan timbal balik antara kalimat-kalimat dalam paragraf, sehingga paragraf tersebut baik, wajar, dan mudah dipahami. Pembaca mudah mengikuti jalan pikiran penulis, tanpa merasa ada sesuatu yang menghambat. Koherensi dalam paragraf ditentukan oleh masalah kebahasaan yang meliputi 1) repetisi, 2) kata ganti dan 3) kata transisi.

 

Syarat Pengembangan

Menurut Keraf (1997: 84), pengembangan paragraf mencakup dua persoalan utama, yaitu 1) kemampuan memerinci secara maksimal gagasan utama paragraf ke dalam gagasan-gagasan bawahan, dan 2) kemampuan mengurutkan gagasan-gagasan bawahan ke dalam urutan yang teratur.

 

Gagasan utama dalam paragraf akan menjadi jelas bila diadakan perincian secara cermat. Jadi sebaiknya dalam sebuah paragraf mengandung satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas.

 

Untuk mengembangkan sebuah paragraf sangat tergantung pada sifat paragraf itu sendiri. Keraf (1997: 84-100) menyebutkan ada sepuluh cara pengembangan paragraf yaitu dapat berupa 1) klimaks dan antiklimaks, 2) sudut pandang, 3) perbandingan dan pertentangan, 4) analogi, 5) contoh, 6) proses, 7) sebab akibat, 8) umum-khusus, 9) klasifikasi, dan 10) definisi luas.

1)      Klimaks dan antiklimaks; merupakan suatu gagasan utama mula-mula diperinci dengan sebuah gagasan bawahan yang dianggap paling rendah kedudukannya. Kemudian berangsung-angsur dengan gagasan lain hingga ke gagasan yang paling tinggi kedudukan dan kepentingannya.

2)      Sudut pandang; adalah tempat darimana seorang pengarang melihat sesuatu. Dalam hal ini pengarang menggunakan pola yang sudah ada pada suatu objeks yang dibicarakan dengan menggunakan dua macam urutan, yaitu urutan ruang dan urutan waktu.

3)      Perbandingan dan pertentangan; menurut Keraf (1997: 88) perbandingan dan pertentangan adalah suatu cara dimana pengarang menunjukkan kesamaan atau perbedaan antara dua orang, objek, atau gagasan dengan bertolak dari segi-segi tertentu.

4)      Analogi; biasanya digunakan untuk membandingkan sesuatu yang tidak atau kurang dikenal, dengan sesuatu yang dikenal baik oleh umum. Untuk menjelaskan hal yang kurang dikenal umum.

5)      Contoh-contoh; sebuah gagasan yang terlalu umum sifatnya atau generalisasi-generalisasi, memerlukan ilustrasi yang konkrit agar dapat dipahami pembaca. Untuk ilustrasi terhadap gagasan yang terlalu umum itu maka sering digunakan contoh-contoh yang konkrit. Tetapi harus diingat bahwa sebuah contoh sama sekali tidak berfungsi untuk membuktikan pendapat seseorang. Haya sekadar untuk menjelaskan maksud penulis. Dalam hal ini pengalaman-pengalaman pribadi merupakan bahan yang paling efektif untuk setiap pengarang. Untuk mmberikan penjelasan pada gagasan utama yang dinyatakan pada kalimat utama, penulis dapat menambahkan kalimat-kalimat untuk memberikan gambaran yang konkrit tentang gagasan utama dalam paragraf. Paragraf di bawah ini akan menunjukkan kepada kita pengembangan dengan contoh.

6)      Proses; merupakan suatu urutan dari tindakan-tindakan, atau perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu atau urutan dari suatu kejadian atau peristiwa.

7)      Sebab-akibat; perkembangan sebuah paragraf dapat pula dinyatakan dengan hubungan sebab akibat. Dalam hal ini sebab bisa bertindak sebagai gagasan utama, sedangkan akibat sebagai perincian pengembangannya. Tetapi bias terjadi sebaliknya, akibat dijadikan sebagai gagasan utama, sedangkan untuk memahami sepenuhnya, akibat itu perlu dikemukakan sejumlah sebab sebagai perinciannya.

8)      Umum-khusus; pengembangan paragraf dengan cara umum-khusus dan khusus-umum, merupakan cara yang paling umum dipakai dalam suatu paragraf. Dalam hal pertama gagasan utama ditempatkan di awal paragraph, serta pengkhususan atau perincian-perinciannnya terdapat dalam kalimat-kalimat berikutnya. Sebaliknya dalam hal yang kedua mula-mula dikemukakan perincian-perinciannya kemudian pada akhir paragraf generalisasinya. Jadi yang satu deduktif, sedang lainnya bersifat induktif.

9)      Klasifikasi; yang dimaksud klasifikasi adalah sebuah proses untuk mengelompokkan barang yang dianggap mempunyai kesamaan-kesamaan tertentu. Sebab klasifikasi bekerja kedua arah yang berlawanan, yaitu mempersatukan satuan-satuan ke dalam suatu kelompok, dan memisahkan kesatuan tadi dari kelompok yang lain. Dengan demikian klasifikasi mempunyai persamaan-persamaan tertentu baik dengan pertentangan dan perbandingan maupun dengan umum-khusus dan khusus-umum.

10)  Definisi luas; adalah usaha pengarang untuk memberikan keterangan atau arti terhadap sebuah istilah atau hal. Definisi luas diperlukan untuk memberikan batasan sesuatu.

 

  1. d.        Analisis Kesalahan Berbahasa

Menurut Crystal (dalam Ruru dan Ruru, 1985: 2) analisis kesalahan berbahasa adalah suatu teknik untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menginterpretasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pembelajar bahasa asing atau bahasa kedua dengan menggunakan teori-teori atau prosedur linguistik.

 

Corder (Richards, 1974: 25) membedakan pengertian kekeliruan (mistake) dengan kesalahan (error). Kekeliruan mengacu pada performansi dan bersifat okasional, karena faktor kelelahan, tergesa-gesa, sedang marah dan sejenisnya. Sedangkan kesalahan (error) adalah sesuatu yang diucapkan atau ditulis oleh seseorang yang tidak sadar (unconscious) membuat kesalahan dan ia tidak dapat membetulkan kesalahan itu sendiri secara langsung. Setiap kata tertentu yang digunakan baik secara lisan dan tulis, kesalahan tersebut akan terulang kembali. Kesalahan tersebut mengacu pada kompetensi, bersifat sistematis, ajek, dan mencerminkan kekurangsempurnaan aplikasi terhadap kaidah-kaidah bahasa tersebut.

 

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan berbahasa Indonesia terletak pada pemakaian aspek kebahasaan, karena tidak menerapkan kaidah bahasa Indonesia yang baku dan standar.

 

  1. e.         Analisis Wacana

Analisis wacana menurut Kartomihardjo (1992) adalah cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Konsekuensinya analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial, dan khususnya interaksi atau dialog antar penutur. Sejalan dengan pendapat Stubbs (dalam Oetomo, 1993: 5) yang menyatakan bahwa analisis wacana merujuk pada upaya mengkaji pengaturan bahasa di atas kalimat atau di atas klausa, dan karena itu mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas, seperti pertukaran percakapan atau teks tertulis.

 

Wacana dapat dibedakan berdasarkan fungsi bahasa dan cara produksinya (Brown dan Yule, 1996: 27). Berdasarkan fungsinya terdiri atas wacana transaksional dan wacana interaksional. Wacana transaksional menekankan pada pengekspresian isi atau informasi yang ditujukan kepada pembaca atau pendengar. Wacana interaksional menekankan pada fungsi bahasa untuk menciptakan hubungan sosial dan personal pada pendengar atau pembaca, misalnya percakapan, debat polemik, dan sebagainya. Dalam wacana transaksional bahasa berfungsi sebagai alat transmisi informasi. Berdasarkan cara produksinya, wacana dibedakan teks tulis (written text) dan wacana lisan (spoken discourse). Analisis wacana pada penelitian ini hanya berupa wacana tulis. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa sumber data yang berupa surat dinas termasuk wacana tulis transaksional.

 

Suatu wacana dapat dianalisis dengan beberapa prinsip interpretasi yang dapat digunakan untuk memahami maksud penulis atau penutur. Wahab (1991) mengemukakan dua prinsip untuk menginterpretasikan wacana, yaitu prinsip lokalitas dan prinsip analogi.

 

Prinsip lokalitas dan prinsip analogi dalam analisis wacana ini sama dengan konsep koherensi dalam paragraf sedangkan suatu wacana pada umumnya dipahami sebagai unit yang lebih besar daripada kalimat, dapat berupa paragraf. Koherensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan bahwa kalimat yang disusun dalam suatu wacana dianggap mempunyai hubungan timbal balik, walaupun tidak ada tanda linguistik atau piranti kohesi yang tampak, karena ada wacana yang kohesif tetapi tidak koheren. Sebaliknya, ada wacana yang koheren tetapi tidak kohesif. Dengan demikian dalam suatu wacana yang dipentingkan adalah tercapainya koherensi bukan kohesi (Samsuri, 1987).

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yakni melukiskan keadaan yang sebenarnya dan mengumpulkan informasi tentang keadaan nyata sekarang. Populasi penelitian adalah skripsi mahasiswa FKIP UISU yang berada di perpustakaan FKIP UISU dengan tahun skripsi 5 tahun terakhir (tahun 2002 – tahun 2007) berjumlah 224 skripsi. Dari populasi diambil sampel secara random sebanyak 56 skripsi (25% dari populasi).

 

Data pemakaian bahasa skripsi diperoleh dengan mengumpulkan, mendaftar skripsi yang terdiri dari Bab 1 (Pendahuluan) skripsi yang menjadi sampel dengan teknik acak. Untuk menganalisis pemakaian bahasa skripsi mahasiswa dilakukan dengan menggunakan dua jenis analisis, yaitu 1) analisis kesalahan berbahasa, dan 2)  analisis wacana. Data yang diperoleh kemudian ditelaah secara deskriptif dengan langkah-langkah berikut:

  1. Mengidentifikasi seluruh jenis kesalahan yang ada dalam skripsi. Pengidentifikasian data didasarkan pada jenis kesalahan berbahasa dilihat dari tataran lingustik.
  2. Mengklasifikasikan kesalahan tersebut ke dalam kelompok tataran linguistik tertentu, ejaan, pembentukan kata, pembentukan kalimat, pemilihan kata, dan penyusunan paragraf.
  3. Menganalisis/menjelaskan kesalahan.
  4. Menghitung frekuensi setiap tipe kesalahan.
  5. Mengevaluasi kesalahan.

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis pemakaian ejaan dan tanda baca pada penelitian ini terdiri atas (1) analisis pemakaian tanda baca, meliputi tanda titik (.), titik dua (:), titik koma(;), koma(,), hubung (-), kurung (), garis miring (/), dan garis bawah, (2) analisis ejaan meliputi penulisan kata dasar, kata turunan, kata depan, kata serapan, kata bilangan, dan penulisan huruf besar.

Tabel 1

Persentase frekuensi kesalahan tanda baca

Aspek Pemakaian

Jumlah Pemakaian

Frekuensi Kesalahan

Persentase Kesalahan

Titik

1059

654

27,09%

Titik dua

371

348

14,41%

Koma

502

462

19,13%

Titi koma

286

247

10,23%

Hubung

363

308

12,75%

Kurung

146

112

4,63%

Garis bawah

169

168

6,95%

Garis miring

239

115

4,76%

 

Jumlah kesalahan pemakaian tanda titik sebanyak 654, sedangkan jumlah seluruh kesalahan pemakaian tanda baca dalam korpus adalah 2414. Berdasarkan jumlah ini, persentase kesalahan pemakaian tanda titik 27,09% menunjukkan bahwa mahasiswa FKIP UISU masih kurang memahami kaidah penggunaan tanda titik. Jumlah kesalahan pemakaian tanda titik dua sebanyak 348. Sedangkan data seluruh kesalahan tanda baca 2414. Berdasarkan jumlah ini, persentase kesalahan pemakaian tanda titik dua 14,41%, menunjukkan mahasiswa masih melakukan kesalahan dalam penggunaan tanda titik dua. Jumlah kesalahan pemakaian tanda koma sebanyak 462. Ini berarti persentase kesalahan pemakaian tanda koma sebesar 19,13% menunjukkan bahwa para mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam menerapkan kaidah pemakaian tanda baca koma.

 

Jumlah kesalahan pemakaian tanda titik koma sebanyak 247. Jumlah ini berarti persentase kesalahan pemakaian tanda titik koma sebesar 10,23% yang menunjukkan para mahasiswa masih mengalami permasalahan dalam penggunaan tanda baca titik koma. Jumlah kesalahan pemakaian tanda hubung sebanyak 308, sedangkan data seluruh kesalahan tanda baca 2414, berdasarkan jumlah tersebut persentase kesalahan pemakaian tanda hubung 12,75% yang menunjukkan para mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam pemakaian tada hubung. Jumlah kesalahan pemakaian tanda kurung sebanyak 146 (4,63%) menunjukkan para mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam pemakaian tanda kurung. Jumlah kesalahan pemakaian garis bawah dan garis miring berturut-turut 168 (6,9%) dan 115 (4,76%). Menunjukkan para mahasiswa masih mengalami permasalahan baik dalam pemakaian garis bawah maupun pemakaian garis miring.

 

Deskripsi Analisis Penyusunan Kalimat

Tabel 2

Persentase frekuensi kesalahan tanda baca

Aspek Kesalahan

Jumlah Kalimat

Frekuensi Kesalahan

Persentase Kesalahan

Kesatuan

345

172

24,25%

Kesejajaran

345

144

20,10%

Kehematan

345

208

29,63%

Kesesuaian

345

185

26,09%

 

Berdasarkan tabel 2 diatas, dari hasil analisis kesatuan kalimat, analisis kesejajaran, analisis kehematan kalimat, dan analisis kesesuaian kalimat, ditemukan masing-masing 172 (24,25%) yang tidak ada kesatuannya, 144 (20,10%) yang kehilangan kesejajaran, 208 (29,63%) kalimat yang tidak hemat, 185 (26,09%) kalimat yang tidak sesuai dengan ragam baku, sehingga dapat disimpulkan bahwa para mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat yang benar, baik, dan baku.

 

Deskripsi Analisis Penyusunan Paragraf

Tabel 3

Frekuensi kesalahan penyusunan paragraph dalam skripsi mahasiswa

Aspek Kesalahan

Frekuensi Kesalahan

Persentase Kesalahan

Kesatuan

114

34,13%

Koherensi

98

29,34%

Pengembangan

122

36,52%

Jumlah

334

 

Berdasarkan tabel 3 di atas, dari 178 paragraf yang dianalisis, ditemukan 114 (34,13%) yang tidak memenuhi syarat kesatuan, 98 (29,34%) yang tidak koheren, 122 (36,52%) yang tidak ada pengembangan. Berdasarkan perolehan persentase tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa para mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam menyusun paragraf dengan lengkap.

 

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa pemakaian Bahasa Indonesia dalam skripsi mahasiswa masih kurang baik dan belum semuanya benar. Hal ini juga membesarkan gambaran bahwa para mahasiswa FKIP UISU masih mengalami kesulitan dalam menerapkan bahasa baku. Kesimpulan ini berdasarkan kenyataan bahwa hampir semua skripsi yang diteliti ditemukan kesalahan berbahasa yang mencakup semua aspek yang dianalisis. Kesalahan berbahasa tersebut meliputi (1) penggunaan ejaan dan tanda baca, (2) penyusunan kalimat, dan (3) penyusunan paragraf.

 

Kesalahan pemakaian ejaan dan tanda baca, dari ketujuh aspek pemakaian tanda bahasa, kesalahan yang paling tinggi frekuensinya, kesalahan penggunaan titik (27,09%), kemdian berturut-turut koma (19,13%), titik dua (14,41%), tanda hubung (12,75%), titik koma (10,73%), garis miring (4,76%), dan tanda kurung (4,63%).

 

Kesalahan penyusunan kalimat meliputi tidak adanya kesatuan, ketidaksejajaran, ketidakhematan, dan ketidaksesuaian. Dari ke empat aspek tersebut, kesalahan yang paling besar frekuensinya ketidakhematan (29,63%), kemudian berturut-turut ketidaksesuaian (26,09%), tida adanya kesatuan (24,25%), dan ketidaksejajaran (20,10%).

 

Kesalahan penyusunan paragraf meliputi tidak adanya kesatuan, tidak koheren, tidak adanya pengembangan. Dari ketiga aspek kesalahan paling tinggi frekuensinya adalah tidak adanya pengembangan (36,52%), lalu berturut-turut tidak adanya kesatuan (34,13%), dan tidak koheren (29,34%).

 

Saran

Berdasarkan simpulan di atas, diharapkan dosen bahasa Indonesia banyak memberi latihan-latihan menulis ilmiah deengan maksud kesalahan-kesalahan berbahasa tersebut dapat diantisipasi, dihindari dan dibetulkan sehingga kompetensi sebagai seorang sarjana sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dapat tercapai.

 

Dari hasil penelitian ini diharapkan dosen bahasa Indonesia dapat mengetahui materi yang perlu ditekankan pada pembelajaran dan sekaligus dapat mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mahasiswa.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Akhadiah, Sabarti dkk. 1993. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia, Jakarta: Erlangga.

 

Alwi, Hasan dkk. 1998. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

 

Badudu, J.S. 1988. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT. Gramedia.

 

Barnet, S. dan Stubbs, M. 1997. Practical Guide to Writing. Boston: Toronto; Little, Brown and Company.

 

Bloom, Benyamin S., Hastings, J.T. dan Madaus, G.F. (1971). Handbook on Formative and Suumative Evaluation of Student Learning. New York: Mc Graw-Hill.

 

Brown, Gillian and Yule, George. 1983. Discourse Analysis. Sidney: Cambridge University Press.

 

Corder, Pit. 1981. Error Analysis and Interlanguage. New York: Oxford University Press.

 

Depdiknas (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Kurikulum dan Hasil Belajar-Rumpun Pelajaran Matematika. Puskur, Balitbang Depdiknas.

 

Gie, The Liang. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta: Andi Offset.

 

Irawan, P. (1996) Evaluasi Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Diknas.

 

Keraf, Grys. 1997. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah.

 

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.

 

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1980. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Balai Pustaka.

 

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1987. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Depdikbud.

 

Sheal, Peter, 1989. Dalam Direktorat Dimenum, (2003). Bahan Penataran KBK. Jakarta: Dikmenum.

 

Sodjito, 1990. Kalimat Efektif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

 

Wildman dan Burton dalam Schwier 7 Misanchuer (1994) Eduaction Research. 4th Ed. New York: Longman Inc.

 

Link Jurnal Digital UISU :
nav-left nav-left nav-left tijarah julisa Jurnal sosial ekonomi Nur edukasi Tausiah